Pada tahun 30-an, di dunia fotografi identic dengan merek – merek eropa, terutama berasal dari jerman, seperti Leica dan Contax.  Hingga seorang dari jepang bernama Goro Yoshida membongkar kamera rangefinder 35mm “Leica Model II” untuk di pelajari cara kerjanya. Disitulah sejarah Canon dimulai. Berbekal mengejar leica dan melewatinya perusajaan ini telah menjelma menjadi raksasa digital imaging dengan 200.000 karyawan di seluruh dunia. Semuanya berawal dari “Kwanon” sebuah kamera yang namanya berasal dari Dewi Welas Asih Buddha. Berganti nama dari Kwanon menjadi Canon agar lebih mudah diucapakan waktu perusahaan memasuki pasar internasional,

Sebelum mulai membuat lensa sendiri, Canon bekerjasama dengan spesialis optik Nippon Kogaku (cikal bakal Nikon Corporation) untuk menyediakan lensa yang sesuai produk kameranya. Kamera rangerfinder 35mm komersial pertama dari Canon ini dinamai “Hansa Canon”.

Dengan seiringnya waktu canon terus menciptakan produk baru yang diimbuhi inovasi terkini pada masanya. Sempat menimbuklan kontroversi dengan memperkenalkan mounting lensa autofocus EF di kamera EOS 650 pada tahun 1987. Hal tersebut menjadikan persoalan karena lensa – lensa Canon sebelumnya yang menggunakan tipe mounting FD tidak kompatibel dengan kamera autofocus dengan mounting EOS.

Justru dengan motor AF yang melekat di lensa itu justru membuat canon mendominasi di bidang action phtography. Lensa-lensa supertele Canon yang berwarna putih pun menjadi pemandangan umum di tiap venue sport dan ajang-ajang bergengsi lainnya seperti balap F1. Warna putih tadi bukan tanpa alasan. Konon, kristal fluorite yang sering digunakan sebagai bahan elemen kaca pada lensa-lensa ini gampang berubah sifat karena panas. Nah, untuk meminimalisir panas karena matahari, tubuh lensa pun dilabur dengan warna putih.

Share This