Jakarta – Fotografi alam liar memang penuh tantangan. Dari fisik yang harus prima hingga peralatan dan kemampuan teknis yang maksimal. Namun bukan berarti tidak bisa dilakoni dengan nyaman. Bahkan, hanya dengan peralatan ringkas tanpa lensa super tele dan gear yang berat masih bisa berburu foto-foto wildlife bila tahu triknya.

Berikut siasat memotret wildlife yang jitu dari fotografer Regina Safri. Ia berbagi pengalaman khusus kepadadetikINET usai blusukan ke hutan Kalimantan (2012) dan Sumatera (2013-2015).

1. Persiapan fisik. Menjadi fotografer alam liar memerlukan fisik yang prima. Tak lain untuk menghadapi medan yang sulit, naik-turun, dan cuaca.

“Sebulan sebelum ke hutan saya akan latihan fisik rutin. Biasanya treadmilljogging atau tracking. Lari pagi. Sangat membantu naik turun, masuk hutan dan jalan tebing batu. Saya selalu minum obat anti malaria sebelum masuk hutan walau dikatakan aman,” kata Rere.

2. Riset. Tahap ini memungkinkan fotografer wildlife mempunyai konsep dan target yang akan dicapai. Termasuk mempelajari karakteristik satwa, masyarakat sekitar hutan, kondisi lapangan, kesulitan dan solusi menghadapinya.

“Saya searching-searching saja di internet. Dari soal pesawat, kendaraan menuju lokasi dan satwa atau masyarakat sekitar hutan,” ucap dara yang sehari-hari berprofesi sebagai jurnalis ini.

3. Kontak dengan warga lokal dan menjalin komunikasi dengan baik. Tak kalah penting yakni berbicara dengan pihak yang paling mengetahui wilayah yang akan dituju seperti polisi hutan, NGO atau sesepuh adat.Pendekatan dengan masyarakat setempat sangat membantu lancar-tidaknya proses pemotretan. Sopan-santun yang baik akan mempermudah pekerjaan. “Saya sampai nggak perlu (membayar) porter untuk membawa peralatan saya. Mereka baik-baik,” seloroh Rere sambil tertawa.

4. Peralatan yang representatif. Bila targetnya bukan satwa yang mungil seperti burung di kejauhan, lensa super tele bisa diabaikan. Sediakan baterei cadangan dan komputer jinjing ringan untuk mentransfer foto.

“Saya cuma sekali membawa lensa 400mm tetapi kurang efektif. Akhirnya saya memotret orang utan, harimau atau gajah pakai lensa 70-200mm. Kalau lebar menggunakan 16-35mm. Bodi kamera satu saja,” kata Rere.

5. Gunakan RAW, asah kesabaran dan tidak panik. RAW menjadi sangat penting untuk koreksi dan proses editing. Kalaupun harus meng-cropping foto karena subjeknya terlalu jauh, masih bisa teratasi dengan file RAW.

Selebihnya? “Ya sabar. Sabar menunggu dan gak usah panik. Saya pernah jatuh dari tebing batu ke sungai yang gak terlalu dalam . Kamera langsung basah semua. Saya langsung copot baterai dan keringkan. Masih bisa memotret,” tukas penggemar Wildlife Photography usai bertemu orang utan 2 tahun lalu.

6. Sediakan storage yang mencukupi untuk hasil foto. Edit sesuai kebutuhan. Bila perlu libatkan pihak ketiga sebagai advisor atau kurator foto untuk menilai hasil foto.

“Saya membawa laptop untuk menyimpan foto file RAW yang besar. Kalau ada desa dekat hutan, saya titipkan ke warga. Tapi pernah membawa laptop ke hutan,” papar Rere.

penulis : Ari Saputra – detikinet

Share This